Sabtu, 14 Juni 2008

Dou Mbojo Nikmati Tarif Kapal Murah

Jakarta, Haba Mbojo - Angkutan laut perintis di daerah NTB dilaksanakan sejak tahun 2006, Pelabuhan Bima yang masih tergolong pelabuhan kelas V ini mempunyai peranan penting dalam angkutan laut perintis untuk membuka isolasi daerah terpencil.

Kepala Adpel Bima Agus Suwarno mengatakan, angkutan laut perintis tersebut tujuannya untuk membuka transportasi daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau oleh transportasi darat. Sedangkan keberadaan kapal angkutan perintis ini mendapat subsidi dari pemrintah pusat sebesar sekitar Rp3 miliar dalam setahun atau Rp11 juta perhari.

Menurut dia, karena keberadaan angkutan laut perintis ini tidak komersil maka tarif yang diberlakukan juga cukup murah dan terjangkau oleh masyarakat.

Misalnya tarif untuk pelayaran dari Bima ke Calabai yang berjarak 80 mil dikenakan tarif sebesar Rp32.000 setiap penumpang untuk orang dewasa, anak-anak Rp25.600. Sedangkan untuk barang dihitung dengan kelipatan per 50 kg dengan tariff Rp2.000, untuk binatang kerbau Rp 70.000 per ekor dan kambing Rp11.000.

"Mereka selama ini dilayani oleh KM Bestindo milik PT.Fajar Indah Tirta Abadi yang ditunjuk untuk mengelola pelayaran perintis dengan menggunakan kapal coaster 500 DWT buatan tahun 1977," kata Agus dan menambahkan meskipun kapal tersebut tergolong tua tapi dari segi keselamatan laik.

"Kami belum bisa menyediakan ruangan penumpang yang nyaman, karena kapal yang ada ini jenisnya kapal barang sehingga penumpang hanya duduk diatas tempat barang beratapkan terpal biru yang fungsinya sekedar melindungi sengatan matahari dan guyuran hujan.

"Kami belum bisa menyediakan tempat duduk yang nyaman seperti kapal penumpang," tambahnya saat wartawan mengunjungi Pelabuhan Bima baru-baru ini.

Ia mengatakan, angkutan laut perintis ini dilaksanakan oleh perusahaan pelayaran swasta melalui mekanisme pelalangan umum untuk penyediaan armada angkutan lautnya dan biaya operasionalnya disubsidi oleh pemerintah pusat.

Swasta yang ditunjuk untuk melaksanakan angkutan perintis tersebut diberi trayek untuk berlabuh di pelabuhan kecil di daerah terpencil dengan pengawasan pihak pemerintah setiap kali pelayaran, katanya.

Menurut dia, subsidi pemerintah untuk pelayaran perintis tersebut sudah diperhitungkan dengan biaya operasional termasuk biaya BBM termasuk biaya perawatan kapal dan margin keuntungan. Sementara hasil penjualan tiket dikelola langsung oleh pemiliki kapal untuk menambah biaya operasional yang telah diperhitungkan sebelumnya.

Dalam penyelenggaraan angkutan laut perintis pemerintah telah menetapkan kebijakan jangka menengah/berkelanjutan dengan meningkatkan keterpaduan dan sinergi dalam penyelenggaraan angkutan laut perintis dengan lintas sektoral berdasarkan pendekatan pembangunan wilayah, sehingga pengembangan ekonomi wilayah tersebut lebih cepat berkembang.

Dalam pelaksanaannya, katanya, pengelola angkutan laut perintis harus tunduk terhadap kontrak sehingga kapal-kapal perintis harus tetap menyinggahi pelabuhan-pelabuhan kecil yang ada dalam kontrak itu meskipun penumpang yang diambilnya hanya satu atau dua penumpang saja dan bahkan mungkin tidak ada penumpang.

Lama singgah di pelabuhan-pelabuhan kecil tersebut minimal dua jam sedangkan di pelabuhan pangkal yang menjadi home base kapal ditetapkan dua hari.

Menurut Agus, dari daerah terpencil barang yang sering dibawa dari daerah terpencil pada umumnya hasil pertanian dan perkebunan seperti mete, bawang merah untuk dijual di daerah di ibukota provinsi NTB, Mataram, sedang barang yang diangkut dari Mataram atau Bima ke daerah terpencil biasanya bahan bangunan seperti semen, cat, batu bata dan sebagainya.

Ia mengatakan, roda perekonomian daerah seperti daerah di pulau-pulau terpencil sangatlah tergantung dari angkutan laut. Oleh karena itu, kehadiran kapal baru perintis ini merupakan upaya pemerintah guna mengoptimalkan angkutan laut guna mendorong pertumbuhan perkonomian daerah terpencil.

Menurut data dari Ditjen Perhubungan Laut, pada tahun 2008 jumlah pelabuhan yang disinggahi oleh kapal laut perintis mencapai 418 pelabuhan terdiri dari 29 pelabuhan pangkal dan 50 trayek. Jumlah kapal yang melayani sebanyak 56 unit kapal.

Untuk Kawasan Indonesia Timur dilayani oleh 45 kapal sedangkan untuk untuk Kawasan Indonesia Barat 11 unit kapal.

Sejak tahun 2002 ruas trayek perintis yang sudah berubah menjadi trayek komersil, diantaranya Pangkalan Sintete 1 trayek, yaitu Sintete-Karimata-Manggar-Kendawangan-Cirebon PP, mulai tahun 2005 dihapus untuk dijadikan trayek komersil.

Untuk meningkatkan pelayaran, sampai tahun 2008 ini pemerintah telah membangun 25 unit kapal terdiri dari tujuh unit ukuran 750 DWT, 13 unit ukuran 500 DWT dan lima unit ukuran 35 DWT.

Dari jumlah tersebut 21 diantaranya telah diserahterimakan opersional kepada pemerintah propinsi sedangkan sisanya empat unit masih dalam proses pembangunan.

Nusa Tenggara Barat (NTB) yang banyak daerah pemekaran terutama di pulau-pulau terpencil menyimpan banyak potensi hasil bumi masih memerlukan angkutan laut perintis guna membuka perekonomian di daerah tersebut.

Untuk itu, Pelabuhan Bima yang merupakan pelabuhan laut utama di wilayah pengembangan Pulau Sumbawa Bagian Timur telah siap menjadi pelabuhan Feeder yang menghubungkan daerah terpencil di daerah NTB tersebut.(Antara)

Tidak ada komentar: